Telah menjadi keputusan dalam kalangan konsensus ulama, bahwa Al-Qur’an merupakan sebuah sember pertama pengambilan hukum dan pedoman hidup bagi kaum Muslim. Hal inilah sehingga Al-Qur’an menjadi model ide yang kemudian membentuk kepribadian sebuah masyarakat komunal maupun khususnya akan menjadi inpirasi dari diri pribadi seorang muslim. Etika dan esensi yang terkandung dalam Al-Qur’an digali dan dikaji dengan pendekatan, kemampuan masing-masing pembaca Al-Qur’an.
Salah satu respon dan tanggapan yang ditujukan kepada Al-Qur’an dalam rangka menggali kandungannya adalah dengan menafsirkannya. Penafsiran jika kita telaah memang sudah terjadi sejak masa kenabian, bahkan jika kita runut mendalam antar ayat terjadi sebuah penjelasan yang hal itu merupakan mengarah pada prinsip penafsiran. Penafsiran juga terjadi pada masa nabi, sahabat dan generasi seterusnya dengan berbagai gaya dan corak yang dimuatakan.
Salah satu upaya untuk meneneliti dan mengkaji Al-Qur’an, pemakalah menghadirkan tulisan ini guna untuk menelaah ulang karya tafsir yang terjadi pada karya-karya tafsir klasik tengah, dan kami memfokuskan pada sebuah kitab tafsir, yaitu kitab tafsir al Kasysyaf buah karya dari az Zamakhsyari.
· Rumusan Masalah
Agar pemakalah fokus, maka kami menulis makalah dengan merumuskan pembahasan sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi singkat penulis kitab al Kasysyaf?
2. Apa metode yang digunakan kitab al Kasysyaf?
3. Bagaimana pendapat ulama mengenai kitab al Kasysyaf ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi Penulis Kitab
Az-Zamakhsyari nama aslinya adalah Mahmud bin Umar bin Muhammad bin ‘Umar. Kata az-Zamakhsari diambil dari nama desanya yaitu Zamakhsyar, daerah di Khawarizmi. Ia lahir pada tanggal 8 maret 1075 H dalam keluraga yang mikin, ia didik orang tuanya yang alim dan taat beramaga. Terdapat suatu kisah yang menceritakan bahwa dirinya ketika masih kecil bermain mengikat kaki burung burung , kemudian membiarkan burung berjalan hingga masuk lubang lalu ia menarik tali hingga kaki burung itu terputus. Atas perbuatan tersebut ia mendapatkan peringatan keras dari ibunya bahwa besok ia akan diperlakukan Allah seperti ia memperlakukan burung tersebut, kemudian ketika dewasa ia melakukan perjalanan ke Bukhara dan terjatuh dari kendaraan sehingga kakinya patah dan diamputasi.
Untuk kepentingan menuntut ilmu dan pengajaran ia mengadakan rihlah berbakai kota, diantaranya ialah kota di Baghdad dan Mekah. Di kota kota Baghdad ia bertemu dan berguru kepada beberapa ulama seperti Abu Khattab bin Umar, Abu Sa’d Asy Syaqqani dan Syaikh al Islam Abu Mansur al-Harisi. Az Zamakhsyari pernah menetap beberapa tahun di Mekah dan sempat berguru kepada ulama Mekah di saat itu, diantaranya Abu Hasan Ali bin Hamzah bin Wahab. Di mekah ia mandapat laqob Jar Allah. Adapun dalam bidang kalam ia lebih dipengarui pemikiran Abu Mudar seorang tokoh Muktazilah.
Ada juga yang mengatakan bahwa beliau mendalami ilmu Agama Islam dan bahasa Arab di Baghdad dan Makkah yang pada masa itu menjadi pusat kegiatan keilmuan dan terkenal dengan para sastrawan. Ketika baru beberapa tahun belajar, ia merasa terpanggil untuk pulang sehubungan engan dipenjarakannya ayahnya oleh pihak penguasa lalu kemudian wafat. Al-Zamakhsyari beruntung, karena beliau bias berjumpa dengan ulama terkemuka di Khawarizm, yaitu Abu Mudaral-Nahwi, berkat bimbingan beliau dan bantuan yang diberikan kepada al-Zamakhsyari, ia berhasil menjadi murid yang terbaik, menguasai bahasa dan sastra Arab, logika, filsafat, dan ilmu kalam.
Selain itu beliau juga dikenal sebagai yang berambisi memperoleh kedudukan di pemerintahan. Setelah merasa tidak berhasil dan kecewa melihat orang-orang yangdari segi ilmu dan akhalaq lebih rendah dari dirinya diberi jabatan-jabatan yang tinggi oleh enguasa, sementara ia sendiri idak mendapatkannya walaupun telah dipromosika oleh gurunya yaitu Abu Mudar. Dengan keadaan seperti itu memaksanya untuk pindah ke Khurasan dan memperoleh sambuatan baik serta pujian dari pejabat pemerintahan. Di sana, ia diangkat menjadi sekretaris, tetapi karena ketidakpuasannya denan jabatan tersebut, lalu ia pergi ke pusat pemerintahan Daulah Bani Saljuk, yaitu kota Isfahan.
Ada dua kemungkinan al-Zamakhsyari selalu gagal dalam mewujudkan keinginannya duduk di pemerintaan.
1. Karena beliau bukan saja dari ahli bahasa dan sastra Arab saja, tetapi beliau juga seorang tokoh Mu’tazilah yang sangat demonstrative dalam menyebar luaskna fahamnya, ini membawa dampak kurang disenangi oleh beberapa kalangan yang tidak berafiliasi pada Mu’tazilah.
2. Karena kurang didukung kondisi jasmaninya, beliau memiliki cacat fisik, yaitu kehilangan satu kakinya.
Setelah terserang sakit yang parah pada tahun 512 H, angan-angannya untuk mendapatkan jabatan di pemerintahan segera sirna. Lalu al-Zamakhsyari melanjutkan perjalanan ke Baghdad. Di sana ia mengikuti pengajian hadis oleh Abu al-Khattab al-Batr Abi Sa’idah al-Syafani, Abi Mansur al-Harisi, dan mengikuti pengajian fiqih. Ia bertekad membersihkan dosa-dosanya yang lalu dan menjauhi penguasa, menuju penyerahan diri kepada Allah swt. dengan melawat ke Makkah selama 2 tahun. Di kota suci tersebut ia merasa suntuk mempelajari kitab Sibawaihi pakar gramatika Arab terkenal. Karena kerinduannya pada kampong halaman maka ia pulang ke rumahnya. Setelah beliau menyadari usianya yang semakin lanjut, timbul lagi gairahnya untuk unuk pergi ke Makkah. Ia tiba di sana untuk kedua kalinya pada tahun 256 H, dan menetap selama 3 tahun. Bertetangga dengan baitullah sehingga ia mendapat gelah jar Allah (tetangga Allah). Beberapa tahun setelah berada di negerinya itu, ia wafat di Jurjaniyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H. al-Zamakhsyari membujang seumur hidup. Sebagian besar waktunya diabdikan untuk ilmu an menyebar luaskan faham yang dianutnya. Oleh karenanya tidak mengherankan apabila para penulis biorafinya mencatat kurang lebih 50 buah karya tulisnya yang mencakup berbagai bidang. Sebagian karya al-Zamakhsyari ada yang masih berbentuk manuskrip.
Adapun karya-karya al-Zamakhsyari meliputi berbagai bidang, antara lain:
1. Bidang tafsir: al-Kasysyaf ‘an Haq’aiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil.
2. Bidang Hadis: al-Fa’iq fi Garib al-Hadis.
3. Bidang Fiqih: al-Ra’id fi al-Fara’id.
4. Bidang Ilmu Bumi: al-Jibal wa al-Amkinah.
5. Bidang Akhlaq: Mutasyabih Asma’ alRuwat, al-Kalim al-Nabawig fi al-Mawa’iz, al-Nasa’ih al-Kibar al-Nasa’ib al-Sigar, Maqamat fi al-Mawa’iz, Kitab fi Manaqib al-Imam Abi Hanifah.
6. Bidang Sastra: Diwan Rasa’il, Diwan al-Tamsil, Taslimat al-Darir.
7. Bidang Ilmu Nhwu: al-Namuzaj fi al-Nahw, Syarah al-Kitab Sibawaih, Syarh al-Mufassal fi al-Nahw.
8. Bidang Bahasa: Asas al-Balaghoh, Jawahir al-Lughah, al-Ajnas, Muqadimah al-Adab fi al-Lughah.
2. Latar Belakang Penulisan
Karya tulis al-Zamakhsyari yang terkenal adalah tafsir al-Qur’an yang berjudul al-Kasysyaf ‘an Haq’aiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil (Penyingkap Tabir Hakikat Wahyu dan Mata Air Hikmah), yang selesai ditulis 528 H/1134 M. dalam kitab ini ia menafsirkan ayat al-Qur’an dengan menunjuk pada balaghah, keindahan retorika untuk membuktikan sebagian aspek mukjizat al-Qur’an. Kitab ini dipuji karena tidak memuat riwayat Israiliyat (riwayat yang bersumber dari Yahudi dan Nasrani) sebagaimana pada kitab tafsir yang disusun ulama salaf pada umumnya. Kitabnya dikritk karena disisipi pandangan kalam Mu’tazilah,dan kurang mementingkan hadis dalam penafsirannya. Al-Kasyaf yang dicetak dalam dua jilid untuk pertamakalinya diedit oleh W. Nassau Less, Khadim Husain, dan Abdul Havy, pada 1856 di Calcutta. Edisi ke-2 adalah cetakan Bulaq Cairo pada 1307, 1308, 1318, dan 1354 H.
Al-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf ‘an Haq’aiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil. Bermula dari permintan suatu kelompok yang menamakn diri al-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adliyah. Kelompok yang dimaksud disini adalah kelompok Mu’tazilah. Dalam muqadimah tafsirnya disebutkan sebagai berikut “…mereka menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan mereka muminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna al-Qur’an hakikat makna al-Qur’an dan semua kisah yang terdapat di dalamnya, termasuk segi penakwilannya”.
Sesuai dengan muqaddimah diatas, maka al-Zamakhsyari menulis sebuah kitab tafsir, dan kepada mereka yang didiktekanlah mengenai fawatih al-suwar dan beberapa pembahasan tentang hakikat-hakikat dari surat al-Baqarah. Penafsirannya ini tampak mendapat sambutan di berbagai negeri. Dalam perjalanannya yang ke-2 ke Makkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karyanya itu. Bahkan setelah tiba di Makkah, Ibnu Wahhas bermaksud mengunjunginya ke Khawarizm untuk mendapatkan karya tersebut. Semua itu menggugah semangat al-Zamakhsyari untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas dari yang didiktekan sebelumnya.
Kitab ini berhasil diselesaikan penulisan tafsirannya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan tersebut dimulai ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H. dan selesai pada hari Senin 23 Rabi’ul Akhir 528 H. penafsiran yang ditempuh dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para ulama Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak I’tizali.
Pada tahun 1968, tafsir ini dicetak ulang pada percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi, Mesir, dalam 4 jilid.
1. Jilid pertama, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Maidah.
2. Jilid kedua, diawali dengan surat al-An’am dan diakhiri dengan surat al-Anbiya.
3. Jilid ketiga, diawali dengan surat al-Hajj, diakhiri dengan surat al-Hujurat.
4. Jilid keempat, diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat al-Nas.
3. Metode & Pendekatan
Membahas sebuah kitab dari segi metode memang kita sering menemukan pengelompokan yang tidak mutlak, akan tetapi setidaknya kita menganalisa dari fakta data yang kita kaji baik itu yang mendominasi ataupun yang mencolok. Dari kitab al Kasysyaf sendiri menurut pemakalah lebih cenderung sepakat memasukkan pada metode tahlili, yaitu motode yang menafsirkan al Qur’an dengan memaparkan aspek-aspek bagian dari apa yang terkandung dalam ayat sesuai dengan bidang keahlian mufasir. Rata-rata tafsir tahlili penjelasan dan pembahasan relatif panjang.
Adapun az Zamkakhsyari menafsirkan dengan pendekatan kebahasaan berupa respon analisa bahasa karena memang menguasai dari bidang kebahasaan sehingga mampu memaparkan aspek balaghah, kajian nahwu,sorof contoh kasus yang sama dari beberapa ayat yang terdapat ayat lain maupun melengkapi dengan sya’ir arab kuno. Lebih jelasnaya lihat sempel penafsiran ayat:
×nqã_ãr 7Í´tBöqt îouÅÑ$¯R ÇËËÈ 4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.”(Q.S Al Qiyamah;22-23)
Ditafsirkan sebagi berikut:
. الوجه : عبارة عن الجملة والناضرة من نضرة النعيم { إلى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ } تنظر إلى ربها خاصة لا تنظر إلى غيره ، وهذا معنى تقديم المفعول ، ألا ترى إلى قوله : { إلى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ المستقر ( 12 ) } [ القيامة : 12 ] ، { إلى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ المساق ( 30 ) } ، { إِلَى الله تَصِيرُ الامور } [ الشورى : 53 ] ، { وإلى الله المصير } [ آل عمران : 28 ] ، { وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ } [ البقرة : 245 ] ، { عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ } [ هود : 88 ] ، كيف دلّ فيها التقديم على معنى الاختصاص ، ومعلوم أنهم ينظرون إلى أشياء لا يحيط بها الحصر ولا تدخل تحت العدد في محشر يجتمع فيه الخلائق كلهم ، فإنّ المؤمنين نظارة ذلك اليوم لأنهم الآمنون الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون ، فاختصاصه بنظرهم إليه لو كان منظوراً إليه : محال ، فوجب حمله على معنى يصح معه الاختصاص ، والذي يصح معه أن يكون من قول الناس : أنا إلى فلان ناظر ما يصنع بي ، تريد معنى التوقع والرجاء . ومنه قول القائل :
وَإذَا نَطَرْتُ إلَيْكَ مِنْ ملك ... وَالْبَحْرُ دُونَكَ زِدْتَني نِعَمَا…….,,
Mengenai bentuk tafsir dimasukkan pada klasifikasi bil ra’yi, dalam menafsirkan kadang kala mengambil suatu riwayah yang dimangsudkan selaras kemudian ditafsirkan ayat sehingga selaras dengan pandangan mufasir. Lebih lanjut mengenai riwayah dari nabi yang digunakan az Zamakhsyari, pemakalah melakukan checking memasukkan kata عن النبيّ terkalkulasi sebanyak 338 penyebutan kata dalam software maktabah syamilah.
Perihal ulasan Qira’ah:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
قرىء : " ملك يوم الدين " ، ومالك وملك بتخفيف اللام . وقرأ أبو حنيفة رضي الله عنه : مَلَكَ يومَ الدين ، بلفظ الفعل ونصب اليوم ، وقرأ أبو هريرة رضي الله عنه : مالكَ بالنصب . وقرأ غيره : مَلَك ، وهو نصب على المدح؛ ومنهم من قرأ : مالكٌ ، بالرفع . وملك : هو الاختيار ، لأنه قراءة أهل الحرمين ، ولقوله : { لّمَنِ الملك اليوم } [ غافر : 16 ] ، ولقوله : { مَلِكِ الناس } [ الناس : 2 ] ، ولأن الملك يعم والملك يخص . ويوم الدين : يوم الجزاء …….. .,
4. Pendapat & Tanggapan Ulama tentang kitab al Kasysyaf
Suatu karya tidak lepas dari pro maupun kontra, begitu pula dengan kitab tafsir ini yang tidak luput dari penilaian dari berbagai ulama, seperti:
a. Abu Hayan
Membandingkan perbedaan tafsir ibnu ‘Athiyyah dengan mengatakan tafsiran Zamakhsyari sebagi kitab yang rinci/khusus, mendalam.
b. Ibnu khaldun
Diantara tafsir yang paling mampu mengungkap makna al Qur’an dengan pendekatan bahasa dan balaghah adalah tafsir al Kasysyaf , hanya saja penyusunnya bermazhab muktazilah dalam masalah aqidah.
c. Muhammad az Zahabi
Mengemukakan dalam kitabnya Tafsirun wa Mufassirun bahwa tafsir al Kasysyaf adalah kitab tafsir yang palinga lengkap dalam menyinggkap balaghah al Qur’an
Tanggapan terhadap al Kasysyaf ada yang membahasnya dalam berupa kitab, Ibnu Munir menyusun Kitab al Intisaf min al Kasysyaf yang isinya menunjukkan pikiran-pikiran Muktazilah dalam al Kasysyaf kemudian memberikan tafsiran menurut paham Ahlissunah terhadap ayat-ayat yang telah ditafsirkan menurut paham Muktazilah. Ibnu Hajar menulis kitab al Kafi asy-Syafi fi Takhrij Ahadis al Kasysyaf berupa analisa kesahihan hadis dalam tafsir al Kasysyaf . Umar ibn Daud menulis ringkasan al Kasysyaf dengan judul Talkhis al Kasysyaf dan banyak tokoh lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan diatas kita mendapatkan gambaran bahwa tafsir al Kasysyaf merupakan tafsir yang diakui sebagai pengungkapan ataupun penyingkapan makna balaghah dalam al Qur’an, hanya saja kita perlu sedikit menelaah ulang jika tafsiran itu berkaitan dengan ayat yang mengandung penjelasan teologi, karena az Zamakhsyari penganut mazhab Mu’tazilah, terlepas dari baik atau buruk . Adapun metode yang digunakan lebih kepada pemaparan secara tahlili dalam bentuk bil ra’yi.